Di tengah pengerukan sumber daya alam Indonesia oleh penjajah Belanda,
ada beberapa politisi Pemerintah Kerajaan Belanda yang menyampaikan
kritik. Mereka adalah Baron Van Hoevel, Frans Van Deputte, dan Mr. C.T. Van
Deventer. Ketiganya menegaskan bahwa Pemerintah Kerajaan Belanda ikut
bertanggung jawab atas kesengsaraan rakyat Hindia Belanda (Indonesia).
jasa atas kekayaan alam Hindia Belanda yang dikeruk. Desakan politik itu
mempengaruhi Pemerintah Kerajaan Belanda mengeluarkan kebijakan politik
etis atau politik balas budi pada September 1901.
Politik etis ini bertujuan
memberikan kesempatan kepada Bumi Putra untuk mengenyam pendidikan
agar menjadi tenaga terampil dan terlatih. Kemudian, dipekerjakan sebagai
tenaga administrasi perkantoran. Jadi, sebenarnya kebijakan politis etis ini
untuk kepentingan penjajah kolonial juga.
Politik etis menyasar tiga bidang utama, yaitu pendidikan, pertanian, dan
kependudukan. Pendidikan diwujudkan dengan memberikan kesempatan
kepada Bumi Putra untuk mengenyam pendidikan, baik di Indonesia maupun
ke negeri Belanda. Pada bidang pertanian dibuat saluran-saluran irigasi untuk
mengairi sawah dan ladang. Dibangun pula jalan-jalan lintas kota untuk
akses dan mobilitas distribusi barang. Sementara, kependudukan diwujudkan
dengan transmigrasi, yaitu memindahkan penduduk dari wilayah yang padat
ke wilayah yang lebih sedikit penduduknya.
Kalangan terpelajar ini secara intensif membangkitkan kesadaran
sebangsa dan setanah air kepada rakyat Indonesia. Dari sini lahirlah berbagai
organisasi pergerakan, misalnya Jami’atul Khair, Sarekat Dagang Islam yang kemudian bertransformasi menjadi Sarekat Islam, Budi Utomo, Indische Partij,
Perhimpunan Indonesia, Partai Nasional Indonesia (PNI), Muhammadiyah,
dan Nahdhatul Ulama.
Organisasi pergerakan tersebut memberikan nuansa baru dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan merebut kemerdekaan tidak
hanya ditempuh secara fisik dengan angkat senjata. Namun, juga dilakukan
melalui jalur pendidikan, ekonomi, serta diplomasi politik dan internasional.
Keberadaan berbagai organisasi pergerakan tersebut saling mengisi satu
sama lain. Setiap organisasi pergerakan memiliki kefokusan perjuangan. Titik
persamaannya adalah semua organisasi pergerakan mencita-citakan dan
memperjuangkan Indonesia merdeka. Titik tolaknya dimulai dari tumbuhnya
kesadaran perasaan sebangsa dan setanah air. Inilah yang menjadi
agenda bersama berbagai organisasi pergerakan. Mereka terus berupaya
menumbuhkan kesadaran sebangsa dan setanah air kepada rakyat Indonesia.
Dalam selang waktu yang tidak lama dan berjalan seiring lahirnya
organisasi pergerakan, lahir pula organisasi-organisasi kepemudaan. Ada Jong
Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes,
Jong Ambon, dan Jong Minahasa. Organisasi kepemudaan ini lahir dalam
rentang waktu 1915 sampai 1924
kemudian, muncul kesadaran dari para tokoh pemuda pentingnya membangun
persatuan dalam organisasi kepemudaan. Kesadaran ini coba diwujudkan
dengan melaksanakan Kongres Pemuda I pada 30 April sampai 2 Mei 1926
di Batavia. Namun, sayangnya kongres ini belum menghasilkan kemufakatan
gerakan perjuangan kepemudaan.
Dalam Kongres Pemuda I tersebut, muncul gagasan agar organisasiorganisasi kepemudaan melakukan fusi (melebur jadi satu organisasi). Namun,
gagasan ini tidak sepenuhnya disetujui. Sebagian organisasi kepemudaan
mengusulkan federasi (kesatuan dalam keragaman organisasi). Sebagian
organisasi kepemudaan menyampaikan bahwa organisasi pemuda berbasis
kedaerahan tetap dibutuhkan untuk memperkokoh latar belakang kedaerahan
menuju persatuan nasional. Sampai akhir kongres, belum bisa mencapai titik
temu antarorganisasi kepemudaan.
Setelah Kongres Pemuda I, lahir organisasi Perhimpunan Pelajar-pelajar
Indonesia (PPPI).
PPPI secara intensif melakukan pendekatan dan komunikasi
kepada berbagai organisasi kepemudaan. Tujuannya agar organisasi kepemudaan bersatu dalam garis perjuangan. Format fusi atau federasi menjadi
tidak terlalu penting. Faktor terpenting adalah adanya kesadaran dan kesamaan
pandangan akan pentingnya persatuan bangsa. Pada akhirnya, disepakati akan
digelar Kongres Pemuda II pada 27 – 28 Oktober 1928 di Batavia.
sekretaris
Pengurus inti tersebut
dibantu oleh Johan Mohammad, Konco Sungkono, Senduk, Johanes Leimena,
dan Rochyani.
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, yaitu 27 – 28 Oktober
1928. Ada tiga tempat yang digunakan melaksanakan kongres. Hari pertama
bertempat di Gedung Katholieke Jongelingen Bond, Lapangan Banteng. Hari
kedua bertempat di Gendung Oost Java Bioscoop (sekarang Jl. Medan Merdeka
Utara, No. 14) hingga tengah hari. Kemudian, sore hari pertemuan dilanjutkan
di Gedung Indonesia Clubhuis Jl. Kramat Raya, No. 106 Jakarta (sekarang
disebut Museum Sumpah Pemuda).
Kongres Pemuda II dihadiri kurang lebih 750 pemuda dari berbagai
organisasi kepemudaan. Pada kongres tersebut, Sugondo, sebagai ketua
pelaksana kongres, berulang kali menegaskan pentingnya persatuan para
pemuda untuk memperjuangkan Indonesia merdeka.
Naskah Sumpah Pemuda ditulis oleh Mohammad Yamin dan disetujui oleh
Sugondo. Kemudian, dibacakan di hadapan para peserta kongres. Deklarasi
Sumpah Pemuda disambut dengan pekik semangat para pemuda. Pada kesempatan itu pula, diperdengarkan pertama kali lagu kebangsaan Indonesia
Raya karya WR. Supratman. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan hanya diiringi
alunan biola, tetapi tetap syahdu.
Setelah Sumpah Pemuda dideklarasikan, kesadaran sebangsa setanah air
yang harus bersatu melawan penjajah Belanda semakin menguat. Sumpah
Pemuda merupakan penegasan semangat persatuan dan nasionalisme guna
mewujudkan Indonesia merdeka.
Sejak saat itu, perjuangan para pemuda
dalam memperjuangan kemerdekaan Indonesia tidak lagi bersifat kedaerahan,
melainkan bersifat dan berskala nasional.
Terwujudnya persatuan bangsa Indonesia yang disimbolkan dengan
Sumpah Pemuda merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Para pemuda
ketika itu pun menyadari bahwa mewujudkan persatuan adalah bagian dari
perintah agama. Spirit keagamaan ini semakin mendorong para pemuda
untuk mewujudkan persatuan bangsa hingga lahirlah Sumpah Pemuda
_