Nilai Luhur Sumpah Pemuda Mapel Pendidikan Pancasila Kelas 8 Kurikulum Merdeka

Rasanya tidak mungkin terwujud persatuan sampai lahir Sumpah Pemuda jika tidak dilandasi nilai-nilai luhur yang ada dalam diri setiap pemuda ketika itu. Tanpa adanya nilai-nilai luhur yang melandasi, maka kemungkinan yang akan terjadi ketika Kongres Pemuda II adalah sikap egoisme dan mementingkan organisasi masing-masing. 

Nilai-nilai luhur tersebut bersumber dari nilai religiusitas. Agama mengajarkan untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain. Sikap inilah yang muncul dalam momen Kongres Sumpah Pemuda II. Sehingga, bisa berjalan lancar dan tercapai tujuan Kongres.
 

Mari kita mempelajari Nilai Luhur Sumpah Pemuda Mapel Pendidikan Pancasila Kelas 8 Kurikulum Merdeka.


1. Nilai Persatuan 
Ketika itu, para pemuda terhimpun dalam berbagai organisasi kepemudaan sesuai latar belakang daerah. Ada Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Batak, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, dan Jong Minahasa. Jika diibaratkan, organisasi-organisasi kepemudaan itu seperti batang-batang lidi yang terserak. Tidak memiliki kekuatan dan mudah dipatahkan jika masih terpisah-pisah. Hal inilah yang disadari oleh para pemuda ketika itu. 

Belajar dari perjuangan Bangsa Indonesia generasi sebelumnya yang bersifat kedaerahan, maka mudah dipatahkan oleh penjajah Belanda. Karena itulah, para pemuda menggagas perlunya persatuan pergerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Nilai persatuan inilah yang terus dikampanyekan dan ditanamkan kepada setiap pemuda. 

Nilai persatuan inilah yang mengikat dan membingkai pandangan para pemuda ketika itu. Hingga akhirnya Sumpah Pemuda pun dideklarasikan sebagai simbol persatuan para pemuda Indonesia. Mereka berhimpun dalam satu barisan perjuangan memerdekakan Indonesia dari penjajahan. 

Penerapan nilai persatuan dalam konteks sekarang adalah mewujudkannya di lingkungan sekolah. Siswa bisa ikut OSIS, Pramuka atau Palang Merah Remaja (PMR). Mari jadikan organisasi-organisasi siswa di sekolah bersatu dalam arah geraknya, yaitu bersama mencapai visi sekolah. Program kerja yang dicanangkan adalah program yang berorientasi pada pencapaian visi sekolah. Dengan demikian, meski berbeda organisasi, kalian bisa bersatu untuk mencapai tujuan bersama.

2. Rela Berkorban 
Tidaklah mungkin ada diskusi-diskusi di kalangan para pemuda ketika itu tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia, tanpa adanya nilai rela berkorban yang tertanam dalam diri mereka. Mereka mengalami kegelisahan menyaksikan penderitaan rakyat Indonesia. Mereka terus berpikir apa yang bisa dilakukan untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan. Karena itu, lahirlah berbagai organisasi kepemudaan yang memiliki cita-cita membebaskan Indonesia dari penjajahan. 

Pemikiran dan perjuangan nyata tersebut lahir karena adanya sikap rela berkorban. Mereka mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, dan materi yang dimiliki untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Implementasikan nilai rela berkorban mulai dari hal sederhana di lingkungan sekolah. Misalnya, melaksanakan tugas piket kebersihan kelas dengan tanggung jawab meski kalian harus pulang lebih akhir.

Selain itu, bentuk lainnya misalkan, saat naik angkutan umum setelah pulang sekolah, lalu mendapati seorang ibu hamil tidak memperoleh tempat duduk. Maka, kalian bisa berdiri dan memberikan tempat duduk kalian. 

3. Cinta Tanah Air dan Bangsa 
Cinta tanah air dan bangsa adalah nilai yang mendorong para pemuda bergerak memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka tidak rela harkat dan martabat Bangsa Indonesia dicabik-cabik penjajah. Mereka marah mendapati kekayaan alam negeri ini dikeruk demi memuaskan keserakahan penjajah. 

Nilai cinta terhadap tanah air dan bangsa membuat para pemuda ketika itu tidak hanya memikirkan daerahnya masing-masing. Namun, menyatukan pandangan mereka dalam bingkai Indonesia. Bukan hanya Jawa yang harus merdeka, namun semua wilayah di Indonesia mesti merdeka dari penjajahan. Nilai cinta tanah air dan bangsa membuat para pemuda tidak bisa tidur nyenyak sebelum menyaksikan Indonesia merdeka. 

Dalam konteks sekarang, kalian bisa menerapkan nilai cinta tanah air dan bangsa dengan menggunakan produk-produk dalam negeri. Kalian bisa mengonsumsi buah-buahan lokal asli Indonesia. Misalnya, jeruk Medan, apel Malang, mangga Indramayu, melon Ngawi, dan lainnya. Dari sisi cita rasa, buah-buahan lokal sebetulnya tidak kalah dari buah-buahan impor. 

Selain itu, ketika ada pihak-pihak luar yang mengancam kedaulatan batas wilayah Indonesia, seperti yang pernah diberitakan beberapa waktu lalu, kalian bisa berpartisipasi aktif menyuarakan kedaulatan Indonesia. Cara paling sederhana menulis status tentang pentingnya menjaga kedaulatan Indonesia di media sosial yang kalian miliki. Ini juga merupakan bukti cinta tanah air dan bangsa.

4. Semangat Persaudaraan 
Para pemuda pencetus Sumpah Pemuda tidaklah memiliki hubungan persaudaraan secara nasab atau kekeluargaan. Namun, mereka terikat dalam semangat persaudaraan. Sehingga, tidak ada kecemburuan ketika yang menjadi ketua kongres adalah Sugondo yang berasal dari Persatuan PelajarPelajar Indonesia (PPPI). Karena, sejatinya Sugondo tidak mewakili PPPI, melainkan mewakili semua pemuda ketika itu. Semangat persaudaraan pula yang menjadikan kongres pemuda II berjalan lancar. Andaikan bukan karena semangat persaudaraan, besar kemungkinan Kongres Pemuda II akan diwarnai ketegangan dan gesekan. Laiknya dalam sebuah keluarga yang bersaudara sedang bermusyawarah, demikianlah gambaran para pemuda yang menjalani kongres pemuda II.

Dalam konteks sekarang,
kalian bisa mewujudkan nilai
semangat persaudaraan dengan
teman-teman di sekolah kalian.
Misalnya, bila ada teman yang
kesulitan membayar uang
kegiatan sekolah, kalian bersama
teman sekelas bisa iuran untuk
 membantunya.

5. Mengutamakan Kepentingan Bangsa 
Kepentingan bangsa mesti didahulukan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Karena, kepentingan bangsa menyangkut kemaslahatan seluruh rakyat
Indonesia. 

Para pemuda peserta Kongres Pemuda II jelas menunjukkan sikap
mengutamakan kepentingan bangsa.
Mereka tidak memikirkan kepentingan
organisasinya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
.
Karenanya, dalam Kongres Pemuda II kita tidak menemukan adanya
kepentingan-kepentingan terselubung organisasi-organisasi kepemudaan
ketika itu. 

Semuanya bersepakat berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Semuanya sepakat menyisihkan perbedaan latar belakang demi mengutamakan
kepentingan bangsa, yaitu tercapainya kemerdekaan Indonesia.
Komitmen mengutamakan kepentingan bangsa terlihat dari kegigihan
para pemuda untuk mewujudkan Kongres Pemuda II. Meski Kongres Pemuda
I dua tahun sebelumnya belum membuahkan hasil, para pemuda ketika itu
tidak menyerah. Karena, mereka menyadari bahwa pada dasarnya setiap
pemuda pasti memikirkan dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas
kepentingan golongan dan organsasinya.
Mereka berusaha menyatukan para pemuda dalam satu kepentingan
bangsa. Bersatu padu berjuang mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Mereka
menyadari perjuangan pemuda akan sampai pada titik temu jika tujuannya
adalah kepentingan bangsa. 

Nah dalam konteks sekarang, kalian bisa mewujudkan nilai kepentingan
bangsa dalam aktivitas sehari-hari di lingkungan sekolah ataupun masyarakat.
Misalnya, di lingkup desa
. Desa dengan berbagai rukun warga adalah satuan
pemerintahan terkecil yang memiliki program kerja. Program kerja desa
sesungguhnya turunan dari program kerja satuan pemerintahan di atasnya. 

6. Menerima dan Menghargai Perbedaan 
Sebagaimana umumnya dalam sebuah kongres, pada Kongres Pemuda
II pun terjadi perbedaan pendapat dan pandangan dari setiap organisasi
kepemudaan. Namun, perbedaan itu tidak menjadikan mereka berpecah. Karena, nilai menerima dan menghargai perbedaan tertanam pada diri para pemuda ketika itu. Perbedaan itu biasa, namun semua bersepakat
untuk saling menghargai.
Dari sinilah terbangun persatuan hingga melahirkan
Sumpah Pemuda. 

Perbedaan tidak mungkin dihilangkan karena itu suatu keniscayaan.
Maka, poin pentingnya adalah bagaimana kita mampu mengelola perbedaan
itu dengan saling menghargai. Kemudian, mengoptimalkan perbedaan itu
menjadi modal untuk saling mengisi kekurangan masing-masing. 

Nah kalian juga harus mampu menerapkan nilai menerima dan
menghargai perbedaan ini dalam kehidupan sehari-hari. Warna kulit kalian
dengan teman-teman mungkin berbeda, bahasa daerah, tingkat ekonomi, suku,
dan agama juga mungkin berbeda-beda. Nah kalian mesti saling menghormati
dan menghargai.

Tingkat dan jenis kecerdasan kalian juga mungkin berbeda. Namun, kalian
harus menyadari kecerdasan itu bermacam-macam. Boleh jadi teman kalian
kurang cerdas dalam bidang eksakta, tetapi dia pasti memiliki kecerdasan
bidang lainnya, misalnya linguistik.
Karenanya, dalam rapat-rapat OSIS, Pramuka, MPK, atau organisasi
sekolah lainnya, perbedaan pandangan itu biasa, kalian mesti mencari titik
temunya. 

Sikap terbaik adalah saling menghargai dan mengoptimalkan
perbedaan itu untuk saling mengisi dan membangun sekolah bersama-sama.  

7. Semangat Gotong-Royong dan Kerja Sama 
Para pemuda peserta Kongres Pemuda II menyadari bahwa kongres tidak
akan berhasil mencapai tujuan jika tidak ada semangat gotong-royong dan
kerja sama
. Bukanlah hal mudah untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda
II yang dihadiri sekitar 750 pemuda. Butuh persiapan dan pengelolaan detail
yang baik. 

Karena itu, para pemuda saling mengisi dan membantu. Mereka
bergotong-royong dan bekerja sama dalam harmoni.
Ibarat sebuah pohon,
ada yang mengambil peran sebagai akar, batang, ranting, daun, yang akhirnya
bisa berbuah lebat. Tidak ada perasaan paling berjasa di antara mereka.
Semuanya berjasa. Karena, jika ada bagian kecil organisasi yang tidak bekerja,
maka pastilah secara keseluruhan organisasi akan terganggu. 

Dalam konteks sekarang, kalian bisa menerapkan nilai semangat gotongroyong dan kerja sama di lingkungan sekolah. Sebuah tugas atau pekerjaan
akan terasa ringan jika dilakukan bersama. Misalnya, dalam sebuah kegiatan
sekolah telah ditunjuk dan dibentuk panitia. Maka, bagilah peran masingmasing setiap divisi dan tentukan ruang lingkup tanggung jawabnya.
Berdasarkan ruang lingkup dan tanggung jawab itulah, setiap divisi atau
bagian menjalankan tugasnya masing-masing dalam bingkai sinergi. Bukan
bekerja masing-masing tanpa ada kerja sama. Pembagian divisi atau bagian
agar jelas siapa mengerjakan apa. Namun, dalam rangka siapa mengerjakan
apa tersebut, dilakukan dalam bingkai dan semangat gotong-royong dan
kerja sama. 

 

Tulisan Terkait :



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak