Spirit Sumpah Pemuda adalah spirit kontribusi. Pemuda adalah kunci kemajuan sebuah bangsa. Dari sejarah perjalanan
bangsa ini, kita bisa belajar bahwa perubahan sosial, bahkan negara selalu
dipelopori oleh para pemuda. Selain Sumpah Pemuda, kita juga menyaksikan
perjuangan dramatis para pemuda dalam mengarsiteki proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Drama “penculikan” Bung Karno dan Bung Hatta adalah strategi Sukarni,
Chaerul Saleh, dan para pemuda lainnya untuk memanfaatkan momentum
kekalahan Jepang dari Sekutu dalam perang dunia II. Para pemuda ketika
itu berpikir cepat dan revolusioner. Akhirnya, kita sama-sama menyaksikan
peristiwa bersejarah kedua setelah Sumpah Pemuda, yaitu proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Tahun 1966 pada penghujung masa orde lama, para pemuda pula yang
memelopori perubahan bangsa dan negara dengan unjuk rasa menyuarakan
Tritura (tiga tuntutan rakyat). Tritura yang digerakkan oleh pemuda menjadi
langkah awal perubahan bangsa dan negara menuju era orde baru.
Kemudian, pada Mei 1998, para pemuda kembali menjalankan perannya
sebagai agent of change (aktor perubahan). Kali ini orde baru mesti tumbang
setelah Indonesia terjerembab ke jurang krisis ekonomi. Lahirlah era reformasi
yang menjadi babak baru bagi bangsa Indonesia hingga saat ini.
Maka, pertanyaan yang perlu kalian pikirkan adalah bagaimana
merekonstruksi semangat Sumpah Pemuda di era reformasi? Tujuannya
untuk memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.
Seperti kalian ketahui, masih banyak masalah yang perlu diselesaikan
dari bangsa ini. Di sinilah ruang tanggung jawab dan kontribusi kalian
sebagai pemuda.
Para pemuda masa kini harus kembali menjalankan peran
dan tanggung jawabnya, sebagaimana para pemuda angkatan 1928.
Beberapa
masalah bangsa di era reformasi yang perlu dipikirkan rencana
kontribusinya sebagai berikut.
Pertama, pendidikan masih menjadi masalah bagi bangsa ini. Belum
semua anak Indonesia bisa mengakses pendidikan. Masih banyak anak
Indonesia yang tidak bisa sekolah atau mengenyam pendidikan. Belum lagi
disparitas kualitas pendidikan di berbagai daerah juga masih menganga lebar.
Kedua, kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah bangsa ini yang terus
menghantui. Tingkat kesejahteraan akan berdampak pada tingkat pendidikan
dan kesehatan keluarga. Pendidikan yang rendah akan menyebabkan
kesulitan memperoleh kesejahteraan dan kesehatan yang laik. Pendidikan dan
kesejahteraan ibarat dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Ketiga, kedaulatan pangan belum bisa terwujud, padahal Indonesia adalah
negeri agraris dan maritim. Kalian bisa bayangkan Indonesia adalah negara
yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Harusnya Indonesia
menjadi negara maritim yang kuat. Indonesia juga memiliki jutaan hektar
lahan dan hutan. Ini merupakan potensi sangat besar bagi Indonesia untuk
mencapai kedaulatan pangan.
_